Tuesday, June 19, 2012

Juara


Hidup memang senantiasa penuh kompetisi. Di dunia bisnis, fokus kompetisi adalah menghasilkan kualitas terbaik, memenangkan tender-tender bergengsi, juga mengembangkan loyalitas pelanggan. Kompetisi juga jelas terlihat di dunia pendidikan, politik, ekonomi, misalnya dengan ditampilkannya peringkat daya saing bangsa, survei popularitas pejabat, indeks korupsi lembaga, dan lain-lain. Kita sering kali kecut bila mendengar berita "kekalahan", baik kalahnya tim sepak bola, turunnya angka daya saing tenaga kerja, maupun turunnya nilai ekspor handicraft.

Kompetisi yang dihadapi semestinya membuat kita bisa mengembangkan mental juara, dan bukan sebaliknya menumbuhkan pesimisme. Bagaimana dengan kompetisi pemilihan karyawan terbaik? Ada anggapan kompetisi semacam ini dinilai tidak "bergigi", bahkan sifatnya seolah bergilir seperti arisan. Kita memang tidak bisa berpikir sempit dan melihat kompetisi sebagai sebuah ajang pendek, karena ia sesungguhnya berlangsung terus dari hari ke hari dan merupakan penggerak pertumbuhan, baik itu individu, tim, bahkan organisasi. Di ruang pelatihan atlet Olimpiade di Amerika, tertera tulisan di tiap pintu, loker, bahkan area bilas pemain, "Not Every Four Years: EVERYDAY". Tulisan sederhana ini dimaksudkan untuk mengingatkan bahwa excellence datang dari latihan dan penguasaan sehari-hari, bukan pada saat-saat menjelang pertandingan saja. Inilah yang ingin ditumbuhkan oleh perusahaan dan berbagai kompetisi seperti Employee of the Year. Tentunya perusahaan ingin agar karyawan mempunyai naluri fight yang tumbuh dari kompetisi semacam ini, sekaligus melatih kita fokus pada pengembangan diri dan menyuburkan mentalitas juara sepanjang waktu.

Di mana garis finis Anda?
Beberapa orang bila ditanya mengenai sasaran karier atau bahkan sasaran hidupnya, tidak bisa menjawab dengan segera. Banyak pula pejabat senior di perusahaan yang tidak bisa dengan gamblang menceritakan kapan dan bagaimana kelanjutan karier atau perkembangan perusahaan berdasarkan pengetahuannya. Sangat berbeda bila orang terbiasa dengan kompetisi dan terasah memiliki mentalitas juara. Kompetisi membantu perusahaan mendorong karyawan berdiskusi, berkomunikasi, dan menyusun sasarannya dengan lebih jelas. Kompetisi bisa bermanfaat untuk membantu individu melihat sasaran ke depan sebagai sesuatu garis finis sementara atau batu loncatan. Adanya persaingan otomatis membuat individu memikirkan kekuatan dan area pengembangan dirinya, sekaligus mendorong ia membayangkan peluang-peluang untuk sukses.

Manusia memang pada dasarnya berorientasi pada sasaran. Otak kita bekerja untuk mencari solusi, setiap kita mempunyai sasaran. Keinginan individu untuk mempunyai penghasilan akan membuat ia melamar pekerjaan. Pertanyaannya, apakah kita biasa memperjelas sasaran dan membuat standar yang tinggi? Apakah kita terbiasa melakukan evaluasi dan melecut diri untuk terus memikirkan pengembangan diri? Bila kita memiliki sasaran tinggi, otomatis kita juga jadi biasa berlari. Sasaran yang sedang-sedang saja membuat individu pun tidak bersemangat. Itu sebabnya pimpinan perlu juga terus mendorong individu untuk meletakkan sasaran-sasaran yang menantang. Kunci kesuksesan akan terletak pada the will to win, yang harus diasah setiap hari sehingga individu mempersiapkan diri untuk meraih sukses dari waktu ke waktu. Keinginan untuk menang hanya bisa dipelihara bila individu memang terus memperbaiki fokus dan konsentrasinya dalam pekerjaan sehari-harinya. Jadi, setiap orang bisa jadi juara.

Bertanding sebagai gaya hidup
Kita tidak bisa menutup mata bahwa memang banyak orang menumbuhkan sikap pesimistis akut karena melihat kegagalan dan kecewa terhadap situasi yang ada di masyarakat atau pemerintahan. Bahayanya, sikap pesimistis ini bisa terbawa juga ke tempat kerja. Bayangkan apa jadinya bila di tempat kerja kita tidak mempunyai sikap optimistis untuk berprestasi dan berkontribusi? Apa jadinya bila setiap ada inisiatif atau program kerja baru senantiasa disikapi dengan sinis dan skeptis? Sikap pesimis sudah pasti membuat kita menularkan kemacetan dan semata membawa kita jalan di tempat. Bila kita peduli pada pengembangan diri dan pertumbuhan perusahaan, jalan terbaiknya adalah mengadopsi mental juara, memandang kompetisi sebagai gaya hidup yang memacu adrenalin dan gairah untuk berprestasi. Big results setidaknya sudah musti ada di pikiran kita dulu.

Kita tahu bahwa keluarga perenang, Nasution, berlatih setiap subuh, sore, dan malam sehingga bisa mencatat prestasi mengesankan di ajang internasional. Kita tidak bisa hanya menjadi penonton dan tidak bergerak mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan juara. Bila ingin menjadi pelari maraton, kita mesti mengadaptasi kebiasaan pelari maraton. Bila ingin menjadi penulis, habit penulis harus menjadi habit kita. Bila ingin menjadi pemenang, habit pemenang sudah harus kita jalankan. Jangan lupa bahwa Your choices create your outcomes, your habits create your outcomes. Mental juara adalah efek kumulatif dari setting dan achieving sasaran kerja sehari-hari dan tidak menoleransi standar kerja yang rendah. Individu di lingkungan yang kompetitif sudah biasa mengukur kemampuan, selalu percaya diri dan biasa jatuh bangun dalam pencapaian sasaran. Mentalnya bukan mental Let It Happen tetapi mental Make It Happen. Selamat berkompetisi!

Sumber: 
shvoong.com

No comments:

Post a Comment